Isi sumpah Palapa adalah sebagai berikut :
 
Sira Gajah Mada patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada
 : “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring 
Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring ahang, Dompo, ring 
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”.
Terjemahannya adalah : 
 
Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa (nya). Beliau Gajah Mada,
 “Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika 
(berhasil) mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, 
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru) melepaskan 
puasa (saya)”. 
itu jelas sekali sebagai sebuah sumpah setidaknya jika parameter 
yang
 digunakan adalah buku Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas. Maka 
jelaslah sekarang jika teks dalam Serat Pararaton itu bisa dikategorikan
 sebagai sebuah sumpah karena ketiga pengertian tersebut di atas, baik 
secara sendiri-sendiri maupun secara keseluruhan dapat dipakai dalam 
konteks pengertian 
Sumpah.
 Sebuah ungkapan apalagi sebuah 
sumpah kalau dikaji benar-benar menawarkan bentuk, 
isi, nilai, ideologi, dan enerji. Dari sisi bentuk 
Sumpah Palapa adalah prosa. Sedangkan isinya mengandung pernyataan suci kepada Tuhan Yang Maha Esa yang 
diucapkan oleh 
Gajah Mada di hadapan ratu Majapahit Tribuwana Tunggadewi dengan disaksikan 
oleh para menteri dan pejabat-pejabat lainnya, 
yang substansinya 
Gajah Mada baru mau melepaskan (menghentikan) puasanya apabila telah terkuasai Nusantara.
Dan nilai-nolai dari sumpah palapa adalah :
Dari sisi nilai 
Sumpah Palapa
 mengandung pelbagai nilai : nilai kesatuan dan persatuan wilayah 
Nusantara, nilai historis, nilai keberanian, nilai percaya diri, nilai 
rasa memiliki kerajaan Majapahit 
yang besar dan ber-wibawa, nilai geopolitik, nilai sosial budaya, nilai filsafat, dsb.
 Dari sisi ideologi, Sumpah 
Palapa yang juga dikenal sebagai Sumpah 
Gajah Mada atau Sumpah Nusantara. 
Sumpah Palapa
 memiliki ideologi kebineka tunggal ikaan, artinya menuju pada 
ketunggalan keyakinan, ketunggalan ide, ketunggalan senasib dan 
sepenanggungan, dan ketunggalan iedeologi akan tetapi tetap diberi ruang
 gerak kemerdekaan budaya bagi wilayah-wilayah negeri se Nusantara dalam
 mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraannya masing-masing. 
 Dari sisi enerji Sumpah Palapa dianugerahi enerji Ketuhanan 
Yang Maha Dasyat karena tanpa enerji tersebut tak mungkin 
Gajah Mada
 berani mencanangkan sumpah tersebut. Sumpah Palapa akan menjadi sangat 
menarik lagi apabila dikaji dengan pendekatan komunikasi. 
Pertanyaan-pertanyaan seperti : Kepada siapa Sumpah Palapa 
diucapkan,
 dalam lingkungan apa (situasi, kondisi, iklim, dan suasana) Sumpah 
Palapa dicanangkan, dengan sasaran apa dan siapa Sumpah Palapa 
dideklarasikan, mengapa atau apa perlunya 
Gajah Mada mengumumkan Sumpah 
Palapa, dan manfaat apa yang mau dicapai adalah pertanyaan-pertanyaan 
yang perlu dijawab secara seksama. Betapapun 
Sumpah Gajah Mada itu kontekstual. Tidak semua pertanyaan-pertanyaan tersebut akan di jawab di sini, namun pertanyaan manfaat apa 
yang mau dicapai, kiranya perlu dijawab sekarang dengan lebih cermat. 
 Menurut pemahaman saya 
Gajah Mada
 mempunyai kesadaran penuh tentang kenegaraan dan batas-batas wilayah 
kerajaan Majapahit, mengingat Nusantara berada sebagai negara kepulauan 
yang diapit oleh dua samudra besar yaitu Samudra Hindia dan Samudra 
Pasifik, di samping diapit-apit 
oleh lautan Cina Selatan dan Lautan Indonesia (Segoro Kidul). Dari kesadaran yang tinggi terhadap keberadaan Nusantara, 
Gajah Mada meletakkan dasar-dasar negara 
yang kokoh, sebagaimana terungkap dalam perundang-undangan Majapahit